Selasa, 29 Juli 2014

Kondisi Rumah Dengan Kejadian TB Paru di Puskesmas Mebung

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang telah menginfeksi hampir sepertiga penduduk dunia dan pada sebagian besar negara  di dunia tidak dapat mengendalikan penyakit TBC ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan. WHO dalam Annual Report on Global TB Control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high burden countris terhadap TBC , termasuk Indonesia. 2)
Indonesia menduduki urutan ke 3 dunia setelah India dan Cina untuk jumlah penderita TBC di dunia. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2011, menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan  penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor 1 dari golongan penyakit infeksi. 2)
WHO memperkirakan, setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis, dengan kematian karena tuberkulosis sekitar 140.000, secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis paru BTA positif. 3)
Kasus di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) berdasarkan Laporan Program Pemberantasan Penyakit Menular tahun 2012 ditemukan kasus baru penderita tuberkulosis paru sebanyak 1145 penderita, meninggal 560. Kasus baru tuberkulosis paru untuk Kabupaten Alor tahun 2012 total absolut 235 penderita. Angka prevalensi penyakit tuberkulosis paru di tahun 2013 untuk Kabupaten Alor sebesar 258 per 100.000 penduduk.4)
Berdasarkan laporan dari Puskesmas Mebung ada peningkatan kasus tuberkulosis paru dari tahun ke tahun, diantaranya dilihat dari cakupan penemuan penderita tuberkulosis BTA positif atau Case Detection Rate (CDR) pada tahun 2011 sebesar 18 %, tahun 2012 sebesar 26%, tahun 2013 tercacat 33%. Hal ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Alor kasus penyakit tuberkulosis paru masih tinggi.5)
Jumlah kasus tuberkulosis paru BTA positif di Kecamatan Alor Tengah Utara 88 penderita. Sementara keadaan rumah di Kecamatan Alor Tengah Utara dari 564 rumah, terdapat 47 rumah permanen, 294 rumah semi permanen dan 223 rumah tidak permanen. Kondisi  rumah yang memenuhi syarat kesehatan yang baru mencapai 38,99  %, berarti masih dibawah target Departemen Kesehatan yaitu lebih dari 80 % penduduk tinggal dalam rumah sehat. 6)
Penyakit tuberkulosis paru yang terjadi pada orang dewasa sebagian besar terjadi pada orang-orang yang mendapatkan infeksi primer pada waktu kecil yang tidak ditangani dengan baik. Beberapa faktor yang erat hubungannya dengan terjadinya infeksi basil tuberkulosis adalah adanya sumber penularan, tingkat paparan, virulensi, daya tahan tubuh yang erat kaitannya dengan faktor genetik, faktor faali, jenis kelamin, usia, status gizi, perumahan dan jenis pekerjaan.7)
Hasil penelitian pada tahun 2007 di Kabupaten Sikka menyimpulkan bahwa ada hubungan antara variabel kelembaban rumah, kepadatan penghuni rumah, luas ventilasi rumah dan pencahayaan rumah dengan kejadian tuberkulosis pada anak.8)
Penelitian pada tahun 2004 di Kabupaten Agam Sumatera Barat menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kesehatan lingkungan rumah, status gizi dan sumber penularan dengan kejadian penyakit tuberkulosis paru di kabupaten Agam Sumatera Barat. 9)
Faktor risiko yang berperan terhadap timbulnya kejadian penyakit tuberkulosis paru dikelompokkan menjadi 2 kelompok faktor risiko, yaitu faktor risiko kependudukan (jenis kelamin, umur, status gizi, kondisi sosial ekonomi) dan faktor risiko lingkungan (kepadatan, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban, dan ketinggian).2)
Berdasarkan uraian diatas maka akan dilakukan Kesehatan lingkungan rumah yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas Mebung Kabupaten Alor.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut di atas dapat di rumuskan sebagi berikut “Bagaimana Hubungan Kesehatan Lingkungan Rumah dengan Kejadian TB Paru di Puskesmas Mebung Kecamatan Alor Tengah Utara Kabupaten Alor”.
C.      Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Mengetahui hubungan Kesehatan Lingkungan Rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas mebung Kabupaten Alor
2.      Tujuan Khusus
a.       Diketahui hubungan suhu rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas Mebung Kabupaten Alor
b.      Diketahui hubungan kelembaban rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas Mebung Kabupaten Alor
c.       Diketahui hubungan luas ventilasi rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas Mebung Kabupaten Alor
d.      Diketahui hubungan intensitas pencahayaan rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas Mebung Kabupaten Alor
e.       Diketahui hubungan kepadatan hunian rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas Mebung Kabupaten Alor
f.       Diketahui hubungan jenis lantai rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas Mebung Kabupaten Alor

D.      Manfaat Penelitian
1.      Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit tuberkulosis paru terutama faktor kesehatan lingkungan rumah apa saja yang berhubungan cara penularan, pencegahan, dan pengobatannya.

2.      Instansi terkait (Puskesmas dan Dinas Kesehatan)
Sebagai bahan pertimbangan dan pemikiran bagi program pemberantasan penyakit tuberkulosis paru terutama untuk menentukan kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi program.
3.      Institusi pendidikan
Menambah bahan referensi bagi institusi dan merupakan data awal bagi peneliti selanjutnya.
4.      Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan, wawasan,  dan pengalaman langsung dalam pelaksaan penelitian, serta merupakan pengetahuan yang di peroleh dalam melaksanakan penelitian dilapangan.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 
A.      Tuberkulosis Paru
1.         Pengertian
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis tipe Humanus. Kuman tuberkulosis pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Jenis kuman tersebut adalah Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium africanum dan Mycobacterium bovis. Basil tuberkulosis termasuk dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari family dan termasuk ke dalam ordo Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan juga penyebab terjadinya infeksi tersering .11)
Basil–basil tuberkel di dalam jaringan tampak sebagai mikroorganisme berbentuk batang, dengan panjang berfariasi antara 1 – 4 mikron dan diameter 0,3 – 0,6 mikron. Bentuknya sering agak melengkung dan kelihatan seperti manik – manik atau bersegmen. Basil tuberkulosis dapat bertahan hidup selama beberapa minggu dalam sputum kering, ekskreta lain dan mempunyai resistensi tinggi terhadap antiseptik, tetapi dengan cepat menjadi inaktif oleh cahaya matahari, sinar ultraviolet atau suhu lebih tinggi dari 60 0C.12)
Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer. Selanjutnya menyebar ke getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks. Infeksi primer dan primer kompleks dinamakan TB primer, yang dalam perjalanan lebih lanjut sebagian besar akan mengalami penyembuhan.13) 
2.      Patogenesis
Penularan biasanya melalui udara, yaitu secara inhalasi “droplet nucleus“ yang mengandung basil TB. Droplet dengan ukuran 1 – 5 mikron yang dapat melewati atau menembus sistem mukosilier saluran nafas kemudian mencapai dan bersarang di bronkiolus dan alveolus. Beberapa penelitian menyebutkan 25% - 50% angka terjadinya infeksi pada kontak tertutup. 14) Karena di dalam tubuh pejamu belum ada kekebalan awal, hal ini memungkinkan basil TB tersebut berkembang biak dan menyebar melalui saluran limfe dan aliran darah.15)
Sebagian basil TB difagositosis oleh makrofag di dalam alveolus tapi belum mampu membunuh basil tersebut, sehingga basil dalam makrofag umumnya dapat tetap hidup dan berkembang biak. Basil TB yang menyebar melalui saluran limfe mencapai kelenjar limfe regional, sedangkan yang melalui aliran darah akan mencapai berbagai organ tubuh, dan di dalam organ tersebut akan terjadi proses dan transfer antigen ke limfosit. Kuman TB hampir selalu dapat bersarang di dalam sumsum tulang, hati, kelenjar limfe, tetapi tidak selalu dapat berkembang biak secara luas, sedangkan basil TB di lapangan atas paru, ginjal, tulang dan otak lebih mudah berkembang biak terutama sebelum imunitas terbentuk. Infeksi yang alami, setelah sekitar 4 – 8 minggu tubuh melakukan mekanisme pertahanan secara cepat. Pada sebagian anak-anak atau orang dewasa mempunyai pertahanan alami terhadap infeksi primer sehingga secara perlahan dapat sembuh. Tetapi kompleks primer ini dapat lebih progresif dan membesar yang pada akhirnya akan muncul menjadi penyakit tuberkulosis setelah 12 bulan. Kurang lebih 10% individu yang terkena infeksi TB akan menderita penyakit TB dalam beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi. Kemungkinan menjadi sakit terutama pada balita, pubertas dan akil balig dan keadaan-keadaan yang menyebabkan turunnya imunitas seperti infeksi HIV, penggunaan obat-obat imunosupresan yang lama, diabetes melitus dan silikosis.
Sebagian besar orang yang telah terinfeksi (80 – 90 %), belum tentu menjadi sakit tuberkulosis. Untuk sementara, kuman yang ada dalam tubuh berada dalam keadaan dormant (tidur), dan keberadaan kuman dormant tersebut diketahui hanya dengan tes tuberkulin. Mereka menjadi sakit (menderita tuberkulosis) paling cepat setelah 3 bulan setelah terinfeksi, dan mereka yang tidak sakit tetap mempunyai risiko untuk menderita tuberkulosis sepanjang hidupnya .13)


3.         Cara Penularan
Penularan penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacteriun tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat bernapas. Sumber penularan adalah pasien Tuberkulosis paru BTA positif, bila penderita batuk, bersin atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil Tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang sehat dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah pembuluh limfe atau langsung ke organ terdekat. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Masa  inkubasinya selama 3-6 bulan
Lingkungan yang kurang baik sebagai salah satu reservoir atau tempat baik dalam menularkan penyakit menular seperti penyakit tuberkulosis. Peranan faktor lingkungan sebagai predisposing artinya berperan dalam menunjang terjadinya penyakit pada manusia, misalnya sebuah keluarga yang berdiam dalam suatu rumah yang berhawa lembab dalam daerah yang endemis terhadap penyakit Tuberkulosis.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Menurut Depkes RI (2008), risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien Tuberkulosis paru dengan BTA positif memberikan risiko penularan lebih besar dari pasien Tuberkulosis Paru dengan BTA negatif.
Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular Tubekulosis adalah 17%. Hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah).
Angka risiko penularan infeksi Tuberkulosis setiap ditunjukan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi Tuberkulosis selama satu tahun. ARTI di Indonesia sebesar 1-3% yang berarti di antara 100 penduduk terdapat 1-3 warga yang terinfeksi Tuberkulosis. Setengah dari mereka BTAnya akan positif (0,5%).
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien Tuberkulosis adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi Tuberkulosis menjadi sakit  Tuberkulosis. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunity), seperti Tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Faktor-faktor yang erat hubungannya dengan infeksi basil Tuberkulosis adalah :
a.         Harus ada sumber penularan 
b.        Jumlah basil yang mempunyai kemampuan mengadakan terjadinya infeksi, cukup banyak dan terus menurus.
c.         Virulensi (keganasan)  basil.
d.        Daya tahan tubuh yang menurun sehingga memungkinkan basil Tuberkulosis berkembang biak.
4.      Gejala-gejala Tuberkulosis
Gejala klinis pasien Tuberkulosis Paru menurut Depkes RI (2008), adalah :
a.         Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
b.        Dahak bercampur darah.
c.         Batuk berdarah.
d.        Sesak napas.
e.         Badan lemas.
f.         Nafsu makan menurun. 
g.        Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik. 
h.        Demam meriang lebih dari satu bulan.
Dengan strategi yang baru DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) gejala utamanya adalah batuk berdahak dan/atau terus-menerus selama tiga minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka. Gejala lainnya adalah gejala tambahan. Dahak penderita harus diperiksa dengan pemeriksaan mikroskopis.
5.      Penemuan Pasien Tuberkulosis
a.         Penemuan Pasien Tuberkulosis Pada Orang Dewasa
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan Tuberkulosis.
Penemuan dan penyembuhan pasien Tuberkulosis menular secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat Tuberkulosis, penularan Tuberkulosis di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan Tuberkulosis yang paling efektif di masyarakat.
Strategi penemuan pasien Tuberkulosis dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan, didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien Tuberkulosis.
Pemeriksaan terhadap kontak pasien Tuberkulosis, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menunjukan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.
b.        Penemuan Pasien Tuberkulosis Pada Anak 
Diagnosis Tuberkulosis pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis Tuberkulosis anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor yang dilakukan dokter dengan parameter : kontak Tuberkulosis, uji tuberkulin, berat badan/keadaan gizi, demam tanpa sebab jelas, batuk, pembesaran kelenjar limpe, koliaksila, inguinal, pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang, foto thoraks.
6.         Klasifikasi Penyakit dan Tipe PasienTuberkulosis Paru
a.         Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis Paru
Klasifikasi penyakit Tuberkulosis paru berdasarkan pemeriksaan dahak menurut Depkes RI (2008), dibagi dalam :
a)        Tuberkulosis paru BTA positif.
1.         Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
2.         1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3.         1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tuberkulosis positif.
4.         1 atau lebih spesimen dahak hasinya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

b)        Tuberkulosis paru BTA negatif.
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada Tuberkulosis paru BTA positif.
Kriteria diagnostik Tuberkulosis paru BTA negatif harus meliputi :
1.         Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya negative. 
2.         Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran Tuberkulosis.
3.         Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 
4.         Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
b.        Tipe Pasien Tuberkulosis Paru 
Klasifikasi pasien Tuberkulosis Paru berdasarkan riwayat pengobatan  sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu :
1)        Baru 
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah  menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2)      Kambuh (Relaps) 
Adalah pasien Tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan  Tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3)      Pengobatan setelah putus berobat (Default) 
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4)      Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5)      Pindahan (Transfer In) 
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register Tuberkulosis lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6)      Lain-lain.
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
7.         Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tuberkulosis Paru
Upaya pencegahan adalah upaya kesehatan yang dimaksudkan agar setiap orang terhindar dari terjangkitnya suatu penyakit dan dapat mencegah terjadinya penyebaran penyakit.
Tujuannya adalah untuk mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit yaitu penyebab penyakit (agent), manusia atau tuan rumah (host) dan faktor lingkungan (environment).
Pencegahan Tuberkulosis yang utama bertujuan memutus rantai penularan yaitu menemukan pasien Tuberkulosis paru dan kemudian mengobatinya sampai benar-benar sembuh.
Cara pencegahan dan pemberantasan Tuberkulosis secara efektif diuraikan sebagai berikut :
a.         Melenyapkan sumber infeksi, dengan :
1)        Penemuan penderita sedini mungkin.
2)        Isolasi penderita sedemikian rupa selama masih dapat menularkan
3)        Segara diobati.
b.        Memutuskan mata rantai penularan.
c.         Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit Tuberkulosis paru.
Untuk memberantas penyakit Tuberkulosis paru kita harus mampu mempengaruhi unsur-unsur seperti manusia, perilaku dan lingkungan serta memperhitungkan interaksi dari ketiga unsur tersebut.
Menurut Rajagukguk (2008), yang mengutip penelitian tentang keberhasilan usaha pemberantasan Tuberkulosis paru juga tergantung pada :
a.         Keadaan sosial ekonomi rakyat.
Makin buruk keadaan sosial ekonomi masyarakat, sehingga nilai gizi dan sanitasi lingkungan jelek, yang mengakibatkan rendahnya daya tahan tubuh mereka sehingga mudah menjadi sakit bila tertular Tuberkulosis. 
b.        Kesadaran berobat si penderita
Kadang-kadang walaupun penyakitnya agak  berat si penderita tidak merasa sakit, sehingga tidak mau mencari pengobatan.
c.         Pengetahuan penderita, keluarga dan masyarakat pada umumnya tentang penyakit Tuberkulosis.
Makin rendah pengetahuan penderita tentang bahaya penyakit Tuberkulosis untuk dirinya, keluarga dan masyarakat sekitarnya makin besar pula bahaya si penderita sebagai sumber penularan penyakit, baik dirumah maupun tempat pekerjaannya untuk keluarga dan orang disekitarnya. 

B.       Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu baik fisik, biologis, maupun sosial yang berada disekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia.

Unsur-unsur lingkungan sebagai berikut :
1.         Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia yang bersifat tidak bernyawa misalnya air, tanah, kelembaban udara, suhu, angin, rumah dan benda mati lainnya.

2.         Lingkungan Biologi
Lingkungan biologi adalah segala sesuatu yang bersifat hidup seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, termasuk mikroorganisme.
3.         Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah segala sesuatu tindakan yang mengatur kehidupan manusia dan usaha-usahanya untuk mempertahankan kehidupan seperti pendidikan pada tiap individu, rasa tanggung jawab, pengetahuan keluarga, jenis pekerjaan, jumlah penghuni dan keadaan ekonomi.
4.         Lingkungan Rumah
Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang ada di dalam rumah. Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik yaitu ventilasi, suhu, kelembaban, lantai, dinding serta lingkungan sosial yaitu kepadatan penghuni.

C.      Perumahan  Sehat
Menurut Winslow dan APHA yang dikutip oleh Suyono dan Budiman  (2011), perumahan yang sehat harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain memenuhi kebutuhan fisiologis, memenuhi kebutuhan psikologis, mencegah penularan penyakit, dan mencegah terjadinya kecelakaan.
1.         Persyaratan Rumah Sehat
Rumah sehat menurut Winslow dan APHA yang dikutip oleh Suyono dan Budiman (2011), menetapkan  fungsi pokok pembangunan rumah sebagai tempat tinggal yang sehat, sebagai berikut :
a.         Perumahan yang sehat harus memenuhi kebutuhan fisiologis :
1)      Pencahayaan yang cukup, baik cahaya alam (sinar matahari) maupun cahaya buatan (lampu).
2)      Penghawaan (ventilasi) yang cukup untuk proses penggantian udara dalam ruangan.
3)      Tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari luar maupun dalam rumah (termasuk radiasi).
4)      Cukup tempat bermain bagi anak-anak dan untuk belajar.
b.        Perumahan yang memenuhi kebutuhan psikologis :
1)      Setiap anggota keluarga terjamin ketenangannya dan kebebasannya (privacy), tidak terganggu oleh anggota keluarga dalam rumah maupun oleh tetangga atau orang lewat.
2)      Mempunyai ruang untuk berkumpulnya anggota keluarga.
3)      Lingkungan yang sesuai, homogen, tidak terlalu ada perbedaan tingkat yang ekstrem di lingkungannya. Misalnya tingkat ekonomi.
4)      Mempunyai fasilitas kamar mandi dan WC sendiri.
5)      Jumlah kamar tidur dan pengaturannya harus disesuaikan dengan umur dan jenis kelaminnya. Orangtua dan anak dibawah 2 tahun boleh satu kamar. Anak di atas 10 tahun dipisahkan antara laki-laki dan  perempuan. Anak umur 17 tahun ke atas diberi kamar sendiri
6)      Jarak antara tempat tidur minimal  90 cm untuk terjaminnya keleluasaan bergerak, bernapas dan untuk memudahkan membersihkan lantai.
7)      Ukuran ruang tidur anak yang berumur ≤ 5 tahun sebesar 4,5 m³, dan yang umurnya 5 tahun adalah 9 m³. Artinya dalam satu ruangan anak yang berumur 5 tahun kebawah diberi kebebasan menggunakan volume ruangan 1,5 x 1 x 3 m³, dan diatas 5 tahun menggunakan ruangan 3 x 1 x 3 m³.
8)      Mempunyai halaman yang dapat ditanami pepohonan.
9)      Hewan/ternak yang akan mengotori ruangan dan ribut/bising hendaknya dipindahkan dari rumah dan dibuat kandang tersendiri dan mudah dibersihkan.
c.         Perumahan juga harus mampu mencegah penularan penyakit :
1)      Tersedianya air bersih untuk minum yang memenuhi syarat kesehatan.
2)      Tidak memberi kesempatan serangga (nyamuk dan lalat), tikus  dan binatang lainnya bersarang di dalam atau di sekitar rumah.
3)      Pembuangan kotoran (tinja) dan air limbah memenuhi syarat kesehatan.
4)      Pembuangan sampah pada tempat yang baik, kuat dan higienis.
5)      Luas kamar tidur maksimal 3,5 m² per orang dan tinggi langit-langit maksimal 2,7 m. Ruangan yang terlalu luas akan menyebabkan mudah masuk angin, tidak nyaman secara psikologis (gamang), sedang apabila terlalu sempit akan menyebabkan sesak napas dan memudahkan penularan penyakit karena terlalu dekat kontak.
6)      Tempat masak dan menyimpan makanan harus bersih dan bebas dari pencemaran atau gangguan serangga (lalat, semut, lipas dll) dan tikus serta debu.
d.        Perumahan harus memenuhi keamanan untuk tidak terjadinya kecelakaan
2.         Sanitasi Perumahan dan Hubungannya dengan Tuberkulosis Paru
Menurut Departemen Kesehatan RI  (1997), sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit untuk melenyapkan, mengendalikan faktor-faktor lingkungan yang merupakan mata rantai penularan penyakit.
Menurut Ehlers dan Steel yang dikutip oleh Rajagukguk (2008) adalah usaha-usaha pengawasan yang ditujukan terhadap faktor-faktor lingkungan yang dapat merupakan mata rantai penularan penyakit. Jadi berdasarkan kedua definisi diatas, disimpulkan inti dari sanitasi adalah pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan untuk menghindari penularan penyakit dari satu orang kepada orang lain.
Bila dihubungkan dengan perumahan sebagai faktor lingkungan, sanitasi tersebut meliputi kegiatan usaha yang sasarannya adalah segala aspek yang berkaitan dengan rumah sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan penghuninya.
Penyehatan perumahan dan lingkungan perlu dilakukan karena erat kaitannya dengan masalah kesehatan masyarakat. Untuk menunjukkan bahwa kondisi perumahan yang tidak sehat sangat berpengaruh dalam penularan penyakit dilihat dari data-data penelitian yang sudah ada.
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2011 didapatkan hasil sebagai berikut :
a.         35,8% rumah tidak mempunyai kamar tidur terpisah.
b.        34%  rumah mempunyai lubang penghawaan, pencahayaan, lantai, dinding dan atap yang buruk.
Menurut berbagai penelitian, penyakit saluran pernafasan dan tuberkulosis dapat dicegah dengan terpenuhinya suatu rumah dari pencahayaan, ventilasi, tidak lembab, tidak padat penghuni (minimal 10 m³ per orang), mempunyai kamar lebih dari satu, asap dapur tidak dapat masuk ke kamar tidur/ruang tamu
Hal diatas menunjukkan betapa besar pengaruh sanitasi perumahan terhadap kejadian penularan penyakit Tuberkulosis, begitu juga untuk penyakit menular lainnya apabila rumah tersebut tidak memenuhi syarat sanitasi.
Di daerah-daerah pedesaan, masalah perumahan masih banyak yang belum memenuhi syarat kesehatan sedangkan di kota-kota sudah ada kemajuan, tetapi di berbagai tempat masih terdapat perumahan yang sama sekali tidak memenuhi persyaratan kesehatan, yang sering disebut dengan daerah kumuh.
Perumahan yang tidak sehat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
a.         Taraf sosial ekonomi yang masih rendah
b.        Kurangnya pengertian tentang kesehatan
c.         Sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat
d.        Kepadatan penghuni (over crowding)
e.         Konstruksi bangunan yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan
Perumahan yang tidak memenuhi persyaratan fisik akan menimbulkan gangguan kesehatan antara lain yang erat kaitannya dengan penyebaran penyakit Tuberkulosis paru adalah luas ruangan, ventilasi, konstruksi lantai dan pencahayaan sinar matahari yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi.
3.         Luas Ruangan
Rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan psikologis meliputi privacy (kebebasan), security  (keamanan), safety (perlindungan), comfort (kebahagiaan dan kesenangan) dan relax (ketenangan), disamping itu juga harus memenuhi fisik yang meliputi konstruksi yang baik dan memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang baik
Salah satu syarat konstruksi yang  harus diperhatikan sehubungan dengan penyakit Tuberkulosis Paru adalah luas ruangan rumah. Ada dua pendapat yang representatif yaitu yang pertama ukuran luas ruangan suatu perumahan erat kaiatannya dengan terjadinya Tuberkulosis Paru. Pendapat kedua kejadian Tuberkulosis Paru paling besar diakibatkan keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat pada luas  ruangannya.
Ruangan suatu rumah juga berperan dalam meningkatkan jumlah bakteri, hal ini terjadi apabila terdapat sumbernya misalnya adanya penderita Tuberkulosis Paru, sehingga kondisi ruangan yang memang mendukung perkembangan bakteri dan mikroorganisme lain akan menyebabkan jumlah bakteri juga mengalami peningkatan jumlahnya yang membawa resiko bagi orang lain.
4.         Ventilasi
Hawa segar diperlukan untuk mengganti udara ruangan yang sudah terpakai. Udara bebas mempunyai susunan unsur :
a.         Oksigen (zat asam) 20,7%
b.        Nitrogen (zat lemas) 78,8%
c.         Karbon dioksida (gas asam arang) 0,04%
d.        Uap air 0,46%
e.         Ozon (O­), amoniak (NH­), hidrogen (H2) dan lain-lain.
Suatu ruangan yang terlalu padat penghuninya dapat memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan para penghuni rumah tersebut, untuk itu pengaturan sirkulasi udara sangat diperlukan.
Pengadaan ventilasi adalah untuk menyediakan udara segar dan melenyapkan udara jenuh, tapi tidak ada sangkut pautnya dengan komposisi kimia, namun ia tetap menghubungan dengan pencegahan terjadinya akumulasi gas-gas beracun dan mikroorganisme di ruangan. Rumah yang ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan mengakibatkan perasaan sesak, pengap, cepat lelah dan keaktifan menurun. Hal ini disebabkan oleh peningkatan suhu udara yang di keluarkan oleh tubuh dan tertahan di dalam ruangan, tidak adanya pergerakan udara serta kelembaban yang tinggi akibat uap air yang dilepaskan oleh paru-paru.
Keadaan ini dapat diatasi dengan menggerakkan udara dalam ruangan, misalnya dengan kipas angin atau dengan membuat ventilasi. Tidak adanya ventilasi yang baik di suatu ruangan akan semakin membahayakan kesehatan jika didalam ruangan tersebut terdapat penderita Tuberkulosis Paru.
Menurut Suyono dan Budiman (2011), udara segar sangat diperlukan untuk penggantian hawa dan menjaga temperatur udara dan kelembaban dalam ruangan. Idealnya temperatur udara dalam ruangan harus lebih rendah dari temperatur luar paling kurang 4º C khususnya untuk daerah  tropis. Temperatur kamar sekitar 22-30º C sudah cukup segar. Pergantian udara bersih untuk orang dewasa adalah 33 m³/orang/jam, kelembaban udara sekitar 60% optimum.
Ventilasi udara dalam ruangan harus memenuhi syarat lain di antaranya :
a.         Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan, selain itu luas ventilasi insidentil (buka dan tutup) minimum 5% luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai. Ukuran luas  ini diatur sedemikian rupa agar udara yang masuk tidak terlalu deras dan tidak terlalu sedikit.
b.        Udara yang masuk harus udara bersih, tidak tercemar gas atau asap dari pembakaran sampah, pabrik, knalpot kendaraan, asap rokok, debu, dll.
c.         Aliran udara jangan membuat orang masuk angin, untuk ini jangan menempatkan tempat tidur atau tempat duduk persis pada aliran udara, misalnya di depan jendela atau pintu.
d.        Aliran udara mengikuti aturan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi berhadapan/berseberangan antara 2 dinding ruangan. Aliran udara ini jangan terhalang oleh barang- barang besar seperti lemari, dinding sekat dan lain-lain.
e.         Kelembaban udara jangan sampai terlalu tinggi (menyebabkan orang berkeringat) dan jangan terlalu rendah (menyebabkan kulit kering, bibir pecah-pecah dan hidung sampai berdarah). Udara dalam ruangan setelah terpakai susunannya menjadi, oksigen 15,4%, CO² 4,4%, nitrogen 79,2%, uap air 1,0%.
Macam ventilasi adalah ventilasi alami dan ventilasi buatan. Ventilasi alami misalnya dengan memasang jendela dan lobang-lobang angin serta menggunakan bahan-bahan untuk dinding, lantai yang berpori-pori.
Ventilasi buatan diperlukan untuk membantu fungsi dari ventilasi alami yang kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik, sehingga kebersihan udara, kelembaban, temperatur, kecepatan angin dan pergantian udara tidak dapat diatasi. Ventilasi buatan yang kita kenal di antaranya sebagai berikut :
a.         Fan (kipas angin), perputaran baling-baling menghasilkan pergerakan udara ke depan. Semakin cepat baling-baling diputar, semakin deras angin yang dihasilkan. Penggunaan kipas angin dapat menimbulkan masuk angin bagi yang tidak tahan.
b.        Exhauster/exhaust fan, prinsip kerjanya hampir sama dengan fan, namun exhauster ditempatkan pada dinding yang fungsinya mengisap udara dalam ruangan keluar dan sekaligus menarik  udara segar dari luar masuk kedalam ruangan melalui lubang udara lain di seberang exhauster tersebut. Exhauster dapat juga menyedot udara dari luar dan menekan udara kotor keluar ruangan melalui lubang udara di seberangnya. Ada jenis lain dari exhauster fan ini dipasang pada lanit-langit atau plafon disebut ceiling fan.
c.         Air conditioned (AC). Prinsip kerja AC adalah mengisap udara dalam ruangan, disaring dan didinginkan kemudian disemprotkan kembali ke dalam ruangan dengan temperatur yang dapat disesuaikan melalui tombol mekanik atau melalui remote control.
5.         Lantai
Perkembangbiakan mikroorganisme pada ruangan rumah juga dipengaruhi oleh kondisi lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Lantai rumah juga dipengaruhi oleh kondisi lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Lantai rumah biasanya hanya berupa tanah atau batu bata yang langsung diletakkan diatas tanah, sehingga kelembabannya sangat tinggi dan pada musim panas dapat menyebabkan udara berdebu.
Umumnya masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di daerah pedesaan belum memperhatikan kondisi perumahan khususnya kondisi lantai yang biasanya hanya berupa tanah saja. Lantai dari tanah atau batu bata biasanya langsung diletakkan di atas tanah, sehingga menjadi lembab. Oleh karena itu perlu suatu lapisan yang kedap air, seperti semen, susunan tegel dan lain-lain. Sedangkan papan sudah jarang digunakan lagi, kecuali pada rumah-rumah panggung.
Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat mengundang berbagai serangga dan tikus untuk bersarang, demikian juga kotoran yang melekat padanya. Biasanya tanah dan debu banyak mengandung mikroorganisme berbahaya antara lain kuman Tuberkulosis.
Lantai perumahan yang dipersyaratkan di Indonesia seperti telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umun adalah tidak mudah aus, kedap air, mudah dibersihkan, tidak lentur, tidak mudah terbakar dan harus memenuhi normalisasi serta peraturan yang berlaku.
6.         Pencahayaan Sinar Matahari
Salah satu syarat rumah sehat adalah tersedianya cahaya yang cukup. Karena suatu rumah atau ruangan yang tidak mempunyai cahaya yang cukup, selain dapat menimbulkan perasaan kurang nyaman, juga dapat mendatangkan penyakit. Sinar matahari berperan secara langsung dalam mematikan bakteri dan mikroorganisme lain yang terdapat di  lingkungan rumah, dengan demikian sinar matahari sangat diperlukan di dalam suatu ruangan rumah terutama ruangan tidur, khususnya sinar matahari pagi yang dapat menghambat perkembangbiakan kuman tuberkulosis dan kuman penyakit lainnya.
Penerangan alami yang diperoleh dengan masuknya cahaya matahari yang terang dan tidak silau sehingga dapat di pergunakan untuk membaca normal atau sekitar 50-100 lux yang masuk kedalam  ruangan melalui jendela, celah maupun bagian lain dari rumah, selain berguna untuk penerangan juga mengurangi kelembaban, mengusir nyamuk atau  serangga lainnya dan membunuh kuman penyakit tertentu, misalnya untuk membunuh bakteri adalah cahaya dengan panjang gelombang di bawah 4000 A yakni sinar ultra violet
Cahaya matahari ini berguna selain untuk penerangan, juga dapat mengurangi kelembaban ruangan, mengusir nyamuk, membunuh kuman penyakit tertentu seperti TBC, Influensa, penyakit mata dan lain-lain
Cara dalam mengupayakan masuknya sinar matahari keruangan rumah, dapat dilakukan dengan membuat jendela kaca, pintu kaca, dinding kaca dan genteng kaca. Pencahayaan yang baik adalah terang dan tidak silau sehingga dapat dipergunakan untuk membaca dengan normal

D.      Perilaku
Lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan, kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku mempunyai andil nomor dua, pelayanan kesehatan, dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap status kesehatan.
Perilaku itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yakni :
1.         Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) mencakup  pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.
2.         Faktor-faktor pemungkin (enambling factors) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.
3.         Faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors) meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Juga undang-undang dan peraturan.
Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus diarahkan kepada ketiga faktor pokok tersebut.
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri yang mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, bahkan kegiatan internal seperti berpikir, persepsi dan emosi.
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang baik  bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice) terhadap stimulus yang berkaitan dengan  sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku kesehatan berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi dan sebagainya.
1.         Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu setelah adanya penginderaan terhadap suatu objek dan sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang
Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :
a.         Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut  menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b.        Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap  subjek sudah mulai timbul.
c.         Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d.        Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e.         Adoption, dimana subjek telah berperilaku  baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif akan bersifat langgeng. Sebaliknya perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan kesadaran tidak akan berlangsung lama. Ada enam tingkatan pengetahuan yakni :
a.         Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan sebagainya
b.        Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagi suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c.         Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau  penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d.        Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk  menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen, tetapi masih didalam suatu stuktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan dan sebagainya.
e.         Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk ke seluruhan yang baru. Dengan kata lain kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f.         Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria yang telah ada.
2.         Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup suatu stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.
Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan  merupakan pelaksanaan  motif tertentu.
Sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap mempunyai tiga komponen pokok :
a.         Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap objek.
b.        Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c.         Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave)
Ketiga komponen ini membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni :
a.         Menerima (Receiving)
Menerima diartikan mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek
b.        Merespons (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti menerima ide tersebut.
c.         Menghargai
Mengajak orang lain untuk mengerjakan  atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga.
d.        Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu  yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah sikap yang paling tinggi.














BAB III
KERANGKA KONSEP

A.      Dasar Pemikiran Variabel Yang DiTeliti
1.         Kelembaban Rumah dan Suhu Rumah
Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70% dan suhu ruangan yang ideal antara 18 0C – 30 0C. Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal, misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnya saat bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu dingin akan tidak menyenangkan dan pada oran-orang tertentu dapat menimbulkan alergi. Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan mempermudah berkembangbiaknya mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara ,selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung  menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme.
2.         Luas Ventilasi
Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Menurut indikator pengawasan rumah luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah ≥ 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai  rumah. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. 24) Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan  yang tinggi akam menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis. 20)
3.         Intensitas Pencahayaan
Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga mempunyai daya untuk membunuh bakteri. Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit tuberkulosis paru, dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi ke dalam rumah. Cahaya matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman. Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan  dengan rumah yang dimasuki sinar matahari.25)


4.         Kepadatan Hunian
Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian tuberkulosis paru. Disamping itu Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru Bradbury mendapat kesimpulan secara statistik bahwa kejadian tuberkulosis paru paling besar diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat pada luas ruangannya. 21 Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni yang semakin banyak akan berpengaruh  terhadap kadar oksigen dalam ruangan tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya kadar CO2 di udara dalam rumah, maka akan memberi kesempatan tumbuh dan berkembang biak lebih bagi Mycobacterium tuberculosis. Dengan demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni rumah melalui saluran pernafasan.
5.         Jenis Lantai
Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian Tuberkulosis paru, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya.


B.       Variabel Penelitia

C.       Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


D.      Hipotesis Penelitian